FAKTOR SOSIAL
3
Merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dibantah jika
orang tua dan
masyarakat sekeliling sedikit banyak akan berpengaruh
terhadap kegiatan
belajar dan kecerdasan siswa
sebagaimana ada yang menyatakan bahwa
sekolah adalah cerminan masyarakat dan anak adalah gambaran orang
tuanya. Oleh karena itu ada beberapa faktor penyebab
kesulitan belajar
yang berkait dengan sikap dan keadaan keluarga serta
masyarakat
sekeliling yang kurang mendukung siswa tersebut untuk belajar
sepenuh
hati. Sebagai contoh, orang tua yang sering menyatakan bahwa
Bahasa
Inggris adalah bahasa setan (karena sulit) akan dapat
menurunkan
kemauan anaknya unutuk belajar bahasa pergaulan
internasional itu. Kalau
ia tidak menguasai bahan tersebut ia akan mengatakan “ Ah
Bapak saya
tidak bisa juga.” Untuk itu, setiap guru tidak seharusnya
menyatakan
sulitnya mata pelajaran tertentu di depan siswanya. Tetangga
yang
mengatakan sekolah tidak penting karena banyak sarjana
menganggur,
masyarakat yang selalu minum-minuman keras dan melawan
hukum, orang
tua yang selalu marah, nonton TV setiap saat, tidak terbuka
ataupun
kurang menyayangi anaknya dengan sepenuh hati dapat
merupakan contoh
dari beberapa faktor sosial yang menjadi penyebab kesulitan
belajar siswa.
Intinya, lingkungan di sekitar siswa harus dapat membantu
mereka untuk
belajar semaksimal mungkin selama mereka belajar di sekolah.
Dengan
cara seperti ini, lingkungan dan sekolah akan membantu para
siswa,
harapan bangsa ini
untuk berkembang dan bertumbuh
menjadi lebih
cerdas. Siswa dengan kemampuan cukup seharusnya dapat
dikembangkan
menjadi siswa berkemampuan baik, yang berkemampuan kurang dapat
dikembangkan menjadi berkemampuan cukup. Sekali lagi, orang
tua, guru,
dan masyarakat, secara sengaja atau tidak sengaja, dapat menyebabkan
kesulitan bagi siswa. Karenanya, peran orang tua dan guru
dalam
membentengi para siswa dari pengaruh negatif masyarakat
sekitar, di
samping perannya dalam memotivasi para siswa untuk tetap belajar
menjadi sangat menentukan.
FAKTOR
INTELEKTUAL
Faktor-faktor yang menjadi penyebab kesulitan belajar siswa
ini berkait
dengan kurang sempurna atau kurang normalnya tingkat
kecerdasan siswa.
Para guru harus meyakini bahwa setiap siswa mempunyai
tingkat
kecerdasan berbeda. Ada siswa yang sangat sulit menghafal
sesuatu, ada
yang sangat lamban menguasai materi tertentu, ada yang tidak
memiliki
pengetahuan prasyarat dan juga ada yang sangat sulit
membayangkan dan
bernalar. Hal-hal yang disebutkan tadi dapat menjadi faktor
penyebab
kesulitan belajar pada diri siswa tersebut. Di samping itu,
hal yang perlu
mendapatkan perhatian adalah para siswa yang tidak memiliki
pengetahuan
prasyarat. Ketika sedang belajar matematika atau IPA, ada
siswa SLTP yang
tidak dapat menentukan hasil 1/2 + 1/3, (–5) + 9, ataupun 1
: ½. Siswa
seperti itu, tentunya akan mengalami kesulitan karena materi
terebut
menjadi pengetahuan prasyarat untuk mempelajari matematika
ataupun
IPA SLTP. Untuk menghindari hal tersebut, Bapak atau Ibu
Guru hendaknya
mengecek dan membantu siswanya menguasai pengetahuan
prasyarat
tersebut sehingga mereka dapat mempelajari materi baru
dengan lebih
baik.
a.
Faktor internal
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat memengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal ini meliputi faktor fisiologis dan psikologis.
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat memengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal ini meliputi faktor fisiologis dan psikologis.
1)
Faktor fisiologis
Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor
yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor-faktor ini dibedakan
menjadi dua macam. Pertama, keadaan tonus jasmani. Keadaan tonus jasmani pada
umumnya sangat memengaruhi aktivitas belajar seseorang. Kondisi fisik yang
sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar
individu. Sebalikrtya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat
tercapainya hasil belajar yang maksimal. Oleh karena keadaan tonus jasmani
sangat memengaruhi proses belajar, maka perlu ada usaha untuk menjaga kesehatan
jasmani. Cara untuk menjaga kesehatan Jasmani antara lain adalah: 1) menjaga
pola makan yang sehat dengan memerhatikan nutrisi yang masuk ke dalam tubuh,
karena kekurangan gizi atau nutrisi akan mengakibatkan tubuh cepat lelah, lesu,
dan mengantuk, sehingga tidak ada gairah untuk belajar; 2) rajin berolahraga
agar tubuh selalu bugat dan sehat; 3) istirahat yang cukup dan sehat.
Kedua, keadaan fungsi
jasmani/fisiologis. Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi fisiologi
pada tubuh manusia sangat memengaruhi hasil belajar, terutama pancaindra.
Pancaindra yang berfungsi dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar dengan
baik pula. Dalam proses belajar, pancaindra merupakan pintu masuk bagi segala
informasi yang diterima dan ditangkap oleh manusia, sehingga manusia dapat
mengenal dunia luar. Pancaindra yang memiliki peran besar dalam aktivitas
belajar adalah mata dan telinga. Oleh karena itu, baik guru maupun siswa perlu
menjaga pancaindra dengan baik, baik secara preventif maupun yang,bersifat
kuratif, dengan menyediakan sarana belajar yang memenuhi persyaratan,
memeriksakan kesehatan fungsi mata dan telinga secara periodik, mengonsumsi
makanan yang bergizi, dan lain sebagainya.
2) Faktor psikologis
Faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat memengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang utama memengaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap, dan bakat.
Faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat memengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang utama memengaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap, dan bakat.
-
Kecerdasan/inteligensi siswa
Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai
kemampuan psiko-fisik dalam mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan
lingkungan melalui cara yang tepat. Dengan demikian, kecerdasan bukan hanya
berkaitan dengan kualitas otak saja, tetapi juga organ-organ tubuh yang lain.
Namun bila dikaitkan dengan kecerdasan, tentunya otak merupakan organ yang
penting dibandingkan organ yang lain, karena fungsi otak itu sendiri sebagai
pengendali tertinggi (executive control) dari hampir seluruh aktivitas manusia.
Kecerdasan merupakan faktor psikologis yang
paling penting dalam proses belajar siswa, karena itu menenentukan kualitas
belajar siswa. Semakin tinggi tingkat inteligensi seorang individu, semakin
besar peluang individu tersebut meraih sukses dalam belajar. Sebaliknya,
semakin rendah tingkat inteligensi individu, semakin sulit individu itu
mencapai kesuksesan belajar. Oleh karena itu, perlu bimbingan belajar dari
orang lain, seperti guru, orangtua, dan lain sebagainya. Sebagai faktor
psikologis yang penting dalam mencapai kesuksesan belajar, maka pengetahuan dan
pemahaman tentang kecerdasan perlu dimiliki oleh setiap calon guru atau guru
profesional, sehingga mereka dapat memahami tingkat kecerdasan siswanya.
Pemahaman tentang tingkat kecerdasan individu
dapat diperoleh oleh orangtua dan guru atau pihak-pihak yang berkepentingan
melalui konsultasi dengan psikolog atau psikiater. Sehingga dapat diketahui
anak didik berada pada tingkat kecerdasan yang mana, amat superior, superior,
ratarata, atau mungkin lemah mental. Informasi tentang taraf kecerdasan
seseorang merupakan hal yang sangat berharga untuk memprediksi kemampuan
belajar seseorang. Pemahaman terhadap tingkat kecerdasan peserta didik akan
membantu mengarahkan dan merencanakan bantuan yang akan diberikan kepada siswa.
- Motivasi
Motivasi adalah salah satu faktor yang
memengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa. Motivasilah yang mendorong
siswa inginn melakukan kegiatan belajar. Para ahli psikologi mendefinisikan
motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang aktif, mendorong,
memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat (Slavin, 1994). Motivasi juga
diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap
intensitas dan arah perilaku seseorang. Dari sudut sumbernya, motivasi dibagi
menjadi dua, yairu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi
intrinsik adalah semua faktor yang berasal dari dalam diri individu dan
memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Seperti seorang siswa yang gemar
membaca, maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca, karena membaca tidak
hanya menjadi aktivitas kesenangannya, tapi bisa jadi juga telah menjadi
kebutuhannya. Dalam proses belajar, motivasi intrinsik memiliki pengaruh yang
lebih efektif, karena motivasi intrinsik relatif lebih lama dan tidak tergantung
pada motivasi dari luar (ekstrinsik).
Menurut Arden N. Frandsen (Hayinah, 1992),
yang termasuk dalam motivasi intrinsik untuk belajar antara lain adalah:
1.
Dorongan ingin tahu dan ingin menyelediki dunia yang lebih luas;
2.
Adanya sifat positif dan kreatif yang ada pada manusia dan keinginan
untuk maju;
3.
Adanya keinginan untuk mencapai prestasi sehingga mendapat
dukungan dari orang-orang penting, misalkan orangtua, saudara, guru, atau
teman-teman, dan lain sebagainya;
4.
Adanya kebutuhan untuk menguasai ilmu atau pengetahuan yang
berguna bagi dirinya, dan lain-lain.
Motivasi ekstrinsik adalah faktor yang datang
dari luar diri individu tetapi memberi pengaruh terhadap kemauan untuk belajar.
Seperti pujian, peraturan, tata tertib, reladan guru orangtua, dan lain
sebagainya. Kurangnya respons dari lingkungan secara positif akan memengaruhi
semangat belajar seseorang menjadi lemah.
- Minat
Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan
kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut
Reber (Syah, 2003), minat bukanlah istilah yang populer dalam psikologi
disebabkan ketergantungannya terhadap berbagai faktor internal lainnya, seperti
pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi, dan kebutuhan.
Namun lepas dari kepopulerannya, minat sama
halnya dengan kecerdasan dan motivasi, karena memberi pengaruh terhadap
aktivitas belajar. Karena jika seseorang tidak memiliki minat untuk belajar, ia
akan tidak bersemangat atau bahkan tidak mau belajar. Oleh karena itu, dalam
konteks belajar di kelas, seorang guru atau pendidik lainnya perlu
membangkitkan minat siswa agar tertarik terhadap materi pelajaran yang akan
dipelajarinya.
Untuk membangkitkan minat
belajar siswa tersebut, banyak cara yang bisa digunakan. Antara lain, pertama, dengan membuat materi
yang akan dipelajari semenarik mungkin dan tidak membosankan, baik dari bentuk
buku materi, desain pembelajaran yang membebaskan siswa untuk mengeksplor apa
yang dipelajari, melibatkan seluruh domain belajar siswa (kognitif, afektif,
psikomotorik) sehingga siswa menjadi aktif, maupun performansi guru yang
menarik saat mengajar. Kedua, pemilihan
jurusan atau bidang studi. Dalam hal ini, alangkah baiknya jika jurusan atau
bidang studi dipilih sendiri oleh siswa sesuai dengan minatnya.
- Sikap
Dalam proses belajar, sikap individu dapat
memengaruhi keberhasilan proses belajarnya. Sikap adalah gejala internal yang
berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dengan
cara yang relatif tetap terhadap objek, orang, peristiwa dan sebagainya, baik
secara positif maupun negatif (Syah, 2003). Sikap siswa dalam belajar dapat
dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang pada performan guru,
pelajaran, atau lingkungan sekitarnya. Dan untuk mengan tisipasi munculnya
sikap yang negatif dalam belajar, guru sebaiknya berusaha untuk menjadi guru
yang profesional dan bertanggung jawab terhadap profesi yang dipilihnya. Dengan
profesionalitas, seorang guru akan berusaha memberikan yang terbaik bagi
siswanya; berusaha mengembangkan kepribadian sebagai seorang guru yang empatik,
sabar, dan tulus kepada muridnya; berusaha untuk menyajikan pelajaran yang
diampunya dengan baik dan menarik sehingga membuat siswa dapat mengikuti
pelajaran dengan senang dan tidak menjemukan; meyakinkan siswa bahwa bidang
srudi yang dipelajari bermanfaat bagi diri siswa.
- Bakat
Faktor psikologis lain
yang memengaruhi proses belajar adalah bakat. Secara umum, bakat(aptitude) didefinisikan sebagai
kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada
masa yang akan datang (Syah, 2003). Berkaitan dengan belajar, Slavin (1994)
mendefinisikan bakat sebagai kemampuan umum yang dimiliki seorang siswa untuk
belajar. Dengan demikian, bakat adalah kemampuan seseorangyang menjadi salah
satu komponen yang diperlukan dalam proses belajar seseorang. Apabila bakat
seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka bakat itu akan
mendukung proses belajarnya sehingga kernungkinan besar ia akan berhasil.
Pada dasarnya, setiap orang mempunyai bakat
atau potensi untuk mencapai prestasi belajar sesuai dengan kemampuannya
masing-masing. Karena itu, bakat juga diartikan sebagai kemampuan dasar
individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa tergantung upaya pendidikan dan
latihan. Individu yang telah memiliki bakat tertentu, akan lebih mudah menyerap
segala informasi yang berhubungan dengan bakat yang dimilikinya. Misalnya,
siswa yang berbakat di bidang bahasa akan lebih mudah mempelajari bahasa-bahasa
lain selain bahasanya sendiri.
b.
Faktor faktor eksogen/eksternal
Selain karakteristik siswa atau faktor-faktor
endogen, faktor-faktor eksternal juga dapat memengaruhi proses belajar siswa.
Dalam hal ini, Syah (2003) menjelaskan bahwa faktor faktor eksternal yang
memengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor
lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial.
1)
Lingkungan sosial
1.
Lingkungan sosial
masyarakat. Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa akan
memengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengangguran
dan anak telantar juga dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa, paling tidak
siswa kesulitan ketika memerlukan teman belajar, diskusi, atau meminjam
alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilikinya.
2.
Lingkungan sosial
keluarga. Lingkungan ini sangat memengaruhi kegiatan belajar. Ketegangan
keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi keluarga (letak rumah), pengelolaan
keluarga, semuanya dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar siswa.
Hubungan antara anggota keluarga, orangtua, anak, kakak, atau adik yang harmonis
akan membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik.
1.
c. Lingkungan
sosial sekolah, seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas dapat
memengaruhi proses belajar seorang siswa. Hubungan yang harmonis antara
ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baik di
sekolah. maka para pendidik, orangtua, dan guru perlu memerhatikan dan memahami
bakat yang dimiliki oleh anaknya atau peserta didiknya, antara lain dengan
mendukung, ikut mengembangkan, dan tidak memaksa anak untuk memilih jurusan
yang tidak sesuai dengan bakatnya.
2)
Lingkungan nonsosial.
Faktor
faktor yang termasuk lingkungan nonsosial adalah:
1.
a. Lingkungan
alamiah, seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak dingin,
sinar yang tidak terlalu silau/kuat, atau tidak terlalu lemah/gelap, suasana
yang sejuk dan tenang. Lingkungan alamiah tersebut merupakan faktor-faktor
yang dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa. Sebaliknya, bila kondisi
lingkungan alam tidak mendukung, proses belajar siswa akan terhambat.
1.
b. Faktor
instrumental, yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua macam.
Pertama, hardware, seperti
gedung sekolah, alat-alat belajar, fasilitas belajar, lapangan olahragd dan
lain sebagainya. Kedua, software, seperti
kurikulum sekolah, peraturan-peraturan sekolah, buku panduan, silabi, dan lain
sebagainya.
Faktor materi pelajaran (yang diajarkan ke
siswa). Faktor ini hendaknya disesuaikan dengan usia perkembangan siswa,
begitu juga dengan metode mengajar guru, disesuaikan dengan kondisi
perkembangan siswa. Karena itu, agar guru dapat memberikan kontribusi yang
positif terhadap aktivitas belajar siswa, maka guru harus menguasai materi
pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat diterapkan sesuai dengan
kondisi siswa.
B. Faktor penyebab Kesulitan Belajar
Ada beberapa penyebab kesulitan belajar yang terdapat pada
literatur dan hasil riset (Harwell, 2001), yaitu :
1. Faktor keturunan/bawaan
2. Gangguan semasa kehamilan, saat
melahirkan atau prematur
3. Kondisi janin yang tidak
menerima cukup oksigen atau nutrisi dan atau ibu yang merokok, menggunakan
obat-obatan (drugs), atau meminum alkohol selama masa kehamilan.
4. Trauma pasca kelahiran, seperti
demam yang sangat tinggi, trauma kepala, atau pernah tenggelam.
5. infeksi telinga yang berulang
pada masa bayi dan balita. Anak dengan kesulitan belajar biasanya mempunyai
sistem imun yang lemah.
6. Awal masa kanak-kanak yang
sering berhubungan dengan aluminium, arsenik, merkuri/raksa, dan neurotoksin
lainnya.
Riset menunjukkan bahwa apa yang terjadi
selama tahun-tahun awal kelahiran sampai umur 4 tahun adalah masa-masa kritis
yang penting terhadap pembelajaran ke depannya. Stimulasi pada masa bayi dan
kondisi budaya juga mempengaruhi belajar anak. Pada masa awal kelahiran
samapi usia 3 tahun misalnya, anak mempelajari bahasa dengan cara mendengar
lagu, berbicara kepadanya, atau membacakannya cerita. Pada beberpa kondisi,
interaksi ini kurang dilakuan, yang bisa saja berkontribusi terhadap kurangnya
kemampuan fonologi anak yang dapat membuat anak sulit membaca (Harwell, 2001)
Sementara Kirk & Ghallager (1986)
menyebutkan faktor penyebab kesulitan belajar sebagai berikut:
1. Faktor Disfungsi Otak
Penelitian mengenai disfungsi otak dimulai
oleh Alfred Strauss di Amerika Serikat pada akhir tahun 1930-an, yang
menjelaskan hubungan kerusakan otak dengan bahasa, hiperaktivitas dan kerusakan
perceptual. Penelitian berlanjut ke area neuropsychology yang menekankan adanya perbedaan pada hemisfer
otak. Menurut Wittrock dan Gordon, hemisfer kiri otak berhubungan dengan
kemampuan sequential linguistic atau kemampuan verbal; hemisfer kanan otak
berhubungan dengan tugas-tugas yang berhubungan dengan auditori termasuk
melodi, suara yang tidak berarti, tugas visual-spasial dan aktivitas non
verbal. Temuan Harness, Epstein, dan Gordon mendukung penemuan sebelumnya bahwa
anak-anak dengan kesulitan belajar (learning difficulty) menampilkan kinerja yang lebih baik daripada
kelompoknya ketika kegiatan yang mereka lakukan berhubungan dengan otak kanan,
dan buruk ketika melakukan kegiatan yang berhubungan dengan otak kiri. Gaddes
mengatakan bahwa 15% dari anak yang termasuk underachiever, memiliki disfungsi system syaraf pusat
(dalam Kirk & Ghallager, 1986).
2. Faktor Genetik
Hallgren melakukan penelitian di Swedia dan
menemukan bahwa, yang faktor herediter menentukan ketidakmampuan dalam membaca,
menulis dan mengeja diantara orang-orang yang didiagnosa disleksia. Penelitian
lain dilakukan oleh Hermann (dalam Kirk & Ghallager, 1986) yang meneliti
disleksia pada kembar identik dan kembar tidak identik yang menemukan
bahwa frekwensi disleksia pada kembar identik lebih banyak daripada kembar
tidak identik sehingga ia menyimpulkan bahwa ketidakmampuan membaca, mengeja
dan menulis adalah sesuatu yang diturunkan.
3. Faktor Lingkungan dan Malnutrisi
Kurangnya stimulasi dari lingkungan dan
malnutrisi yang terjadi di usia awal kehidupan merupakan dua hal yang saling
berkaitan yang dapat menyebabkan munculnya kesulitan belajar pada anak.
Cruickshank dan Hallahan (dalam Kirk & Ghallager, 1986) menemukan bahwa
meskipun tidak ada hubungan yang jelas antara malnutrisi dan kesulitan belajar,
malnutrisi berat pada usia awal akan mempengaruhi sistem syaraf pusat dan
kemampuan belajar serta berkembang anak.
4. Faktor Biokimia
Pengaruh penggunaan obat atau bahan kimia lain
terhadap kesulitan belajar masih menjadi kontroversi. Penelitian yang dilakukan
oleh Adelman dan Comfers (dalam Kirk & Ghallager, 1986) menemukan bahwa
obat stimulan dalam jangka pendek dapat mengurangi hiperaktivitas. Namun
beberapa tahun kemudian penelitian Levy (dalam Kirk & Ghallager, 1986)
membuktikan hal yang sebaliknya. Penemuan kontroversial oleh Feingold
menyebutkan bahwa alergi, perasa dan pewarna buatan hiperkinesis pada anak yang
kemudian akan menyebabkan kesulitan belajar. Ia lalu merekomendasikan diet
salisilat dan bahan makanan buatan kepada anak-anak yang mengalami kesulitan
belajar. Pada sebagian anak, diet ini berhasil namun ada juga yang tidak cukup
berhasil. Beberapa ahli kemudian menyebutkan bahwa memang ada beberapa anak
yang tidak cocok dengan bahan makanan.
C. Karakteristik Kesulitan Belajar
Menurut Valett (dalam Sukadji, 2000) terdapat
tujuh karakteristik yang ditemui pada anak dengan kesulitan belajar. Kesulitan
belajar disini diartikan sebagai hambatan dalam belajar, bukan kesulitan
belajar khusus.
1. Sejarah kegagalan akademik
berulang kali
Pola kegagalan dalam mencapai prestasi belajar ini terjadi
berulang-ulang. Tampaknya memantapkan harapan untuk gagal sehingga melemahkan
usaha.
2. Hambatan fisik/tubuh atau
lingkungan berinteraksi dengan kesulitan belajar
Adanya kelainan fisik, misalnya penglihatan
yang kurang jelas atau pendengaran yang terganggu berkembang menjadi kesulitan
belajar yang jauh di luar jangkauan kesulitan fisik awal.
3. Kelainan motivasional
Kegagalan berulang, penolakan guru dan teman-teman sebaya, tidak
adanya reinforcement. Semua ini ataupun sendiri-sendiri cenderung
merendahkan mutu tindakan, mengurangi minat untuk belajar, dan umumnya
merendahkan motivasi atau memindahkan motivasi ke kegiatan lain.
4. Kecemasan yang samar-samar, mirip kecemasan yang mengambang
Kegagalan yang berulang kali, yang mengembangkan harapan akan
gagal dalam bidang akademik dapat menular ke bidang-bidang pengalaman lain.
Adanya antisipasi terhadap kegagalan yang segera datang, yang tidak pasti dalam
hal apa, menimbulkan kegelisahan, ketidaknyamanan, dan semacam keinginan untuk
mengundurkan diri. Misalnya dalam bentuk melamun
atau tidak memperhatikan.
5. Perilaku berubah-ubah, dalam arti tidak konsisten dan tidak terduga
Rapor hasil belajar anak dengan kesulitan belajar cenderung tidak
konstan. Tidak jarang perbedaan angkanya menyolok dibandingkan dengan anak
lain. Ini disebabkan karena naik turunnya minat dan perhatian mereka terhadap
pelajaran. Ketidakstabilan dan perubahan yang tidak dapat diduga ini lebih
merupakan isyarat penting dari rendahnya prestasi itu sendiri.
6. Penilaian yang keliru karena
data tidak lengkap
Kesulitan belajar dapat timbul karena pemberian label kepada
seorang anak berdasarkan informasi yang tidak lengkap. Misalnya tanpa data yang
lengkap seorang anak digolongkan keterbelakangan mental tetapi terlihat
perilaku akademiknya tinggi, yang tidak sesuai dengan anak yang keterbelakangan
mental.
7. Pendidikan dan pola asuh yang
didapat tidak memadai
Terdapat anak-anak yang tipe, mutu, penguasaan, dan urutan
pengalaman belajarnya tidak mendukung proses belajar. Kadang-kadang kesalahan
tidak terdapat pada sistem pendidikan itu sendiri, tetapi pada ketidakcocokan
antara kegiatan kelas dengan kebutuhan anak. Kadang-kadang pengalaman yang
didapat dalam keluarga juga tidak mendukung kegiatan belajar.
D. Klasifikasi Kesulitan Belajar
Menurut Kirk & Gallagher (1986), kesulitan
belajar dapat dikelompokan menjadi dua kelompok besar yaitu developmental learning disabilities dan kesulitan belajar akademis. Komponen utama
pada developmental learning disabilities antara lain perhatian, memori, gangguan
persepsi visual dan motorik, berpikir dan gangguan bahasa. Sedangkan kesulitan
belajar akademis termasuk ketidakmampuan pada membaca, mengeja, menulis, dan
aritmatik. Pembagian tersebut dapat dilihat pada bagan berikut.
6. Faktor Lingkungan
Yang dimaksud faktor lingkungan ialah keadaan dan suasana
tempat seseorang belajar. Suasana dan keadaan tempat belajar itu turut juga
menentukan berhasil atau tidaknya kegiatan belajar. Kebisingan, bau busuk dan
nyamuk yang menganggu pada waktu belajar dan keadaan yang serba kacau di tempat
belajar sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan belajar. Hubungan yang
kurang serasi dengan teman dapat menganggu kosentrasi dalam belajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar