Jumat, 28 Juni 2013

psikologi belajar



TUGAS KELOMPOK
MATA KULIAH : PSIKOLOGI BELAJAR
DOSEN PENGAMPU : Drs. Edy Rahman


Daftar Nama Kelompok



NO
NAMA
NPM
PARAF
1
YULDA  DEWI
11020082
1
2
ATMI  KUSNIASARI
11020065
2
3
SARINA  PUJI  RAHAYU
11020022
3
4
NIKMATUN MUNAWAROH
11020063
4
5
TITI  RAHAYU
110200
5






















EKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
MUHAMMADIAH PRINGSEWU LAMPUNG
TAHUN 2012




A . TEORI-TEORI POKOK BELAJAR
Secara prakmatis teori belajar  dapat dipahami sebagai prinsip umum atau kumpulan prinsip yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atau sejumlah fakta dan penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar. Diantara sekaian banyak  teori yang berdasarkan hasil eksperimens terdapat 3 macam yang sangat menonjol, yakni :
1.      Connectionis (Koneksionisme)
Adalah teori yang temukan dan dikembangkan oleh Edward L. Thorndike (1874-1949) Berdasarkan  eksperimen yang ia lakukan pada tahun 1990an. Seekor kucing yang lapar ditempatkan dalam sangkar terbentuk berbentuk kotak berjeruji yang dilengkapi dengan peralatan, seperti pengungkit, gerendel pintu, dan tali yang menghubungkan pengungkit gengan gerendel tersebut. Perelataan ini ditata sedemikian rupa sehingga memungkinkan kucing tersebut memperoleh makanan yang tersedia dalam sangkar tadi. Berdasarkan eksperimen diatas, Thorndike berkesimpulan bahwa belajar adalah hubungan antara stimulus dan respons. Eksperimen Thorndike akan kita dapati dua hal pokok yang mendorong timbulnya fenomena belajar.
Contoh.
a.       Kucing merasa lapar, seandainya kucing merasa kenyang, sudah tentu ia akan berusaha keras untuk keluar.
b.      Tersedianya makanan didepan pintu puzzle box. Makanan ini merupakan efek positif atau memuaskan yang dicapai oleh respons dan kemudian menjadi dasar timbulnya hukum balajar low offect. Artinya, jika sebuah respon menghasilkan effek yang memuaskan hubungan antara setimulus dan respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan (memasukkan) effek yang dicapai respons, semakin lama pula hubungan stimulus dan respons tersebut. Hukum belajar inilah yang meng-ilhami munculnya konsep reinforcer dalam  teori  offeran conditioning hasil penemuan B.f Sekiner. Disamping low off effect Thorndike mengemukakan 2macam hukum lainnya yang masing-masing disebut low of readiness dan low of exercisel.

low of readiness (hukum kesiap siagaan) pada perinsipnya hanya merupakan asumsi bahwa kepuasaan organisme itu berasal dari conduts tion units (satuan perantara). Hukum ini semata-mata bersipat sepukulatif dan menurut Reber (1988) hanya bersipat historis. Ada kemiripan antara kecendrungan dalam conduts tion units tersabut dengan self-regulation/self-direcition dalam peristiwa belajar.

low of exercise (hukum latihan) ialah generalisasi atau low of use dan low of disuse. Menurut Hilgart dan Bowor (1975), jika perilaku berubah hasil balajar sering dilihat atau digunakan maka eksistensi perilaku tersebut akan semakin kuat (low of use).

2.  Celassical Conditioning (pembiasaan kelasik).
Teori pembahasan kelasik ini berkembang berdasakan hasil eksperiman yang dilakukan oleh Ipan Pavlov (1849-1936),Seorang ilmuan besar Rusia yang berhasil menggondol hadiah Nobel pada tahun 1909. Pada dasarnya clas-sical conditioning adalah sebuah proesedur penciptaan refleks baru dengan cara mendatangkan stimulus sebelum terjadinya refleks tersebut (Terrace,1973).

Kata classical yang mengawali nama teori ini semata-mata dipakai untuk menghargai karya Pavlov yang dianggap paling dahulu di banding conditioning (upaya pembiasaan) dan untuk mambedakannya dari teori conditioning lainnya (Gleitman,1986).Dalam eksperimennya, Pavlov menggunakan anjing untuk mengetahui hubungan- hubungan antara conditioned stimulus (CS),unconditioned stimulus (UCS),Coditioned response (CR),dan unconditioned respons.Selanjutnya, Skinner berpendapat bahwa proses belajar yang berlangsung dalam eksperimen Pavlov itu tunduk terhadap dua macam hokum yang berbeda,yakni: low of respondent conditioning dan law of respondent extinction,Secara harfiah, law of respondent conditioning berarti hukum pembiasaan yang dituntut,sedangkan law of respondent extinction adalah hukum pemusnahan yang dituntut. Menurut Hintzman (1978), yang dimaksud dengan law of respondent coniditoning ialah jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer) maka refleks ketiga yang terbentuk dari respons atas penguatn refleks dan stimulus lainnya akan menigkat.yang dimaksud dengan dua stimulus tadi adalah CS dan UCS,sedangkan refleks ketiga adalah hubungan antara CSt  dan CR. Sebaliknya,law of respondent extinction ialah jika refleks yang sudah diperkuat melalui respondent conditioning itu didatanagkan kembali tanpa menghadirkan reinforce. maka kekuatannya akan menurun.

3. Operant conditioning (pembiasaan perilaku respons)

Teori pembiasaan perilaku respons (operant conditioning) ini merupakan teori belajar yang berusia paling muda dan masih sangat berpengaruh dikalangan para ahli psikologi belajar masa kini. Bahwa tingkah laku itu terbentuk oleh konsekuensi yang ditimbulkan oleh tingkah laku itu sendiri (Bruno, 1987).
Operan adalah sejumlah perilaku  atau respon yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan yang dekat (Reber, 1988) tidak seperti dalam respondent conditioning (yang responnya didatangkan oleh stimulus tertentu), respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri sesungguhnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, nemun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam celassican responsdent condition.
Dalam salah satu eksperimenny, Skinner mengunakan seekor tikus utama yang ditepatkan dalam sebuah peti yang kemudian terkenal dengan nama “Skinner Box”.

Dalam fenomena tingkah laku belajar menurut Thorndike selalu melibatkan satisfaction/kepuasan, sedangkan menurut Skinner fenomena tersebut melibatkan reinforcement/penguatan.
Peroses belajar dalam teori operans conditioning juga tunduk kepada dua hokum operant yang berbeda, yakni law of operant conditioning dan law of operant extinction. Menurut  law of operant conditioning, jika tingkah laku operant diiringi stimulus  penguat, maka kekuatan tingkah laku tersebut akan meningkat. Sebaliknya, menurut law of operant extinction, jika timbulnya tingkah laku operant yang telah diperkuat melalui peroses conditioning itu tidak diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan tingkah laku tersebut akan menurun atau bahkan musnah (Hintzman, 1987).

Diantara kelemahan- kelemahan teori- teori behavioristik sebagai berikut :
a.       Proses belajar itu dipandang dapat diamati secara langsung, padahal belajar adalah proses kegiatan mental yang tidak dapat disaksikan dari luar kecuali sebagian gejalanya.

b.      Proses balajar itu dipandang bersifat otomatis-mekanis, sehingga terkesan seperti gerakan mesin dan robot, padhal setiap siswa memiliki self-regulation (kemampuan mengatur diri sendiri) dan self control (pengandalian diri) yang bersifat kognitif, dan karenanya ia bias menolak, merespons jika ia tidak menghendaki, misalnya karena lelah berlawanan dengan kata hati.

c.       Proses belajar manusia dianalogikan dengan perilaku heman itu sangat sulit diterima, mengingat amat mencolok-nya perbedaan antara karakter fisik dan psikiss hewan.
          4. Contiguous Conditioning (Pembiasaan Asosiasi Dekat)
Teori belajar pembiasan asosiasi dekat (contiguous conditioning) adalah sebuah teori belajaryang mengansumsikan terjadinya peristiwa belajar berdasarkan kedekatan hubungan antara stimulus dengan respons yang relevan. Continguous conditioning sering disebut sebagai teori belajar istimewa dalam arti paling sederhana dan efisien, karena didalamnya hanya terdapat satu prinsip, yaitu kontiguitas(contiguity) yang berarti kedekatan asosiasi antar stimulus-respons.
Contohnya :
Dalam kenyataan sehari-hari, memang acapkali  terjadi peristiwa belajar dengan contiguous conditioning sederhana seperti:mengasosiasikan 2+2 dengan 4; mengasosiasikan kewajiban dibulan Ramadan dengan berpuasa; dan mengasosiasikan 17 Agustus dengan Hari Kemerdekaan RI.
Perlu dicatat bahwa teori belajar contiguous conditioning sebagai salah satu cabang mahzab behaviorisme itu tak dapat diterima begitu saja terutama mengingat kecenderungannya yang serba mekanis dan otomatis seperti robot atau mesin.

5. Cognitive Theory (Teori Kognitif)

Teori psikologi kognitif adalah bagian terpenting dari sains kognitif yang telah member kontribusi yang sangat berarti dalam perkembangan psikologi belajar.sains kognitif merupakan himpunan disiplin yang terdiri atas:psikologi kognitif, ilmu-ilmu computer, linguistik, intelengensi buatan, matematika, epistemology, dan neuropsychology(psikologi syaraf). Pendekatan psikologi kognitif lebih menekankan arti penting proses internal, mental manusia. Dalam perspektif psikologi kognitif, belajar pada asasnya adalah peristiwa mental, bukan peristiwa behavioral (yang bersifat jasmaniah) meskipun hal-hal yang bersifat behavioral tampak lebih nyata dalam hamper setiap peristiwa belajar siswa.

Piaget, seorang pakar psikologi kognitif terkemuka, menyimpulkan:…children have a built-in desire to learn (Barlow,1985). Ungkapan ini bermakna  bahwa semenjak, kelahirannya, setiap anak manusia memiliki kebutuhan yang melekat dalam dirinya sendiri untuk belajar.   Keyakinan principal yang terdapat dalam teori behavioristik ialah setiap anak manusia lahir tanpa warisan kecerdasan, warisan bakat, warisan perasaan, warisan-abstrak lainnya. Semua kecakapan, kecerdasan, dan bahkan perasaan baru timbul setelah manusia melakukan kontak dengan alam sekitar terutama alam pendidikan. Artinya, seorang individu manusia biasa pintar, terampil, dan berperasaan hanya bergantung pada bagaimana individu itu dididik.

Keyakinan principal lainnya yang dianut oleh para behavioris adalah peranan “refleks”, yakni reaksi jasmaniah yang dianggap tidak memerlukan kesadaran mental. Apapun yang dilakukan manusia, termasuk kegiatan belajar adalah kegiatan refleks belaka, yaitu reaksi manusia atas rangsangan-rangsangan yang ada. Refleks-refleks ini jika dilatih akan menjadi keterampilan-ketermpilan dan kebiasaan-kebiasaan yang dikuasai manusia. Jadi, peristiwa belajar seorang siswa menurut para behaviorisme adalah peristiwa melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai siswa tersebut.

6. Social Learning Theory (Teori Belajar Sosial)

Tokoh utama teori ini adalah Albert Bandura, seorang psikolog pada Universititas Stanford Amerika Serikat, yang banyak ahli di anggap sebagai seorang behavioris masa kini yang moderat. Prinsip dasar belajar hasil temuan Bandura termasuk belajar sosial dan moral. Menurut Barlo (1985),sebagian besar dari yang di pelajari manusia terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Conditioning menurut prinsip-prinsip kondisioning, prosedur belajar dalam mengembangkan perilaku sosial dan moral pada dasarnya sama dengan prosedur belajar dalam mengembangkan perilku-perilaku lainya, yakni reward (ganjaran/member hadiah ataau mengganjar) dan punishment (hukuman/member hukuman). Dasar pemikiranya adalah sekali seorang siswa mempelajari perbedaan antara perilaku-perilaku yang menghasilkan ganjaran (reward) dengan perilaku-perilaku yang mengakibatkan hukuman (punishment),ia senantiasa berpikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu ia perbuat.
Imatation. Prosedur yang lain juga penting dan menjadi bagian yang integral dengan prosedur-prosedur belajar menurut teori social learning, ialah proses imitasi atau peniruan. Sebagai contoh,mula-mula seorang siswa mengamati model gurunya sendiri yang sedang melakukan sebuah perilaku sosial, umpama menerima seorang tamu. Lalu perbuatan menjawab salam, berjabat tangan, beramah  tamah, dan seterusnya yang dilakukan model itu diserap oleh memori siswa tersebut.




B. PROSES DAN TAHAPAN BELAJAR
    1.  Definisi Proses Belajar
Proses adalah kata yang berasal dari bahasa latin “processus” yang berarti “berjalan kedepan “. Kata ini mempunyai konotasi urutan langkah atau kemajuan yang mengarah pada suatu  sasaran atau tujuan. Menurut Chaplin (1972), proses adalah Any change in any object or organism, particularly a behaveoral or psychological change (Proses adalah suatu perubahan khususnya yang menyangkut perubahan tingkah laku atau perubahan kejiwaan).
Dalam psikologi belajar, proses berarti cara-cara atau langkah-langkah khusus yang dengannya beberapa berubahan ditimbulkan hingga  tercapainya hasil-hasil tertentu (Reber,1988). Jika kita perhatikan ungkapan any change in object or organism dalam definisi Chaplin di atas dan kata-kata “cara-caraatau langkah-langkah” (mannersor operations) dalam definisi Reber tadi,istilah “tahapan perubahan “ dapat kita pakai  sebagai padanan kata proses. Jadi proses dapat diartikan sebagai tahapan perubahan perilaku  kognitif, efektif, dan psikomotor yang terjadi dalam diri siswa. Perubahan tersebut bersifat positif dalam arti berorientasi kearah yang lebih maju dari pada keadaan  sebelumnya.
2.  Tahap-tahap dalam proses belajar
a. Menurut Jerome S. Bruner
Salah satu orang yang menantang S-R Bond yang terbilang vocal (Barlow,1985),dalam proses belajar siswa menempuh tiga opisode/tahap yaitu:
1.      Tahap infomasi (tahap penerimaan materi)
2.      Tahap transformasi (tahap pengubahan materi)
3.      Tahap evaluasi (tahap penilaian materi)

     b.  Menurut Arno F. Witting
Menurut Witting (1981) dalam bukunya Psychology of Learning, setiap proses belajar selalu berlangsung dalam tiga tahapan yaitu:
1.      Acquisition (tahap perolehan/ penerimaan informasi);
2.      Storage (tahap penyimpanan);
3.      Retrieval (tahap mendapatkan kembali informasi).
 
c.       Menurut Albert Bandura
Menurut Bandura (1977),seorang behavioris penemu teori social learning, setiap proses belajar (yang dalam hal ini terutama belajar sosial dengan menggunakan model) terjadi dalam urutan tahapan peristiwa yang meliputi:
1)      Tahap perhatian (attentional phase);
2)       Tahap penyimpangan dalam ingatan (retention phase);
3)      Tahap reproduksi (reproduction);
4)      Tahap motivasi (motivation phase)

Tahap-tahap di atas berawal dari adanya peristiwa stimulus atau sajian model dan berakhir dengan penampilan atau kinerja (performance) tertentu sebagai hasil/perolehan belajar seorang siswa.










KESIMPULAN

1.      Definisi belajar dapat ditinjau dari sudut-sudut pandangan:1) kuantitatif; 2) institusional; 3) kualitatif.
2.      Definisi belajar pada asasnya ialah: tahapan perubahan perilaku siswa yang relative positif dan menetap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.
3.      Belajar memiliki arti penting bagi siswa dalam: 1) melaksanakan kewajiban keagamaan; 2) meningkatkan derajat kehidupan; dan 3) mempertahankan dan mengembangkan kehidupan.
4.      Dalam perspektif psikologi, antara belajar, memori, dan pengetahuan terdapat hubungan yang tak terpisahkan.
5.      Dalam perspektif agama (islam) belajar untuk memperoleh pengetahuan yang menggunakan memori dan sensori itu hukumnya wajib
6.      Teori-teori pokok mengenai belajar terdiri atas: 1) koneksionisme;2)pembiasaan klasik; 3) pembiasaan perilaku respons; 4) pembiasaan asosiasi dekat;5) teori kognitif;6) teori belajar sosial.
7.      Menurut aliran behavirisme, setiap siswa belajar lahir tampa warisan/pembawaan apa-apa dari orangtuanya, dan adalah kegiatan refleks-refleks jasmaniah  terhadap stimulus yang ada sera tidak ada hubungannya dengan bakat dan kecerdasan atau warisan/pembawaan.
8.      Menurut aliran kognitif, setiap siswa lahir dengan bakat dan kemampuan mentalnya sendiri. Paktor pembawaan ini memungkinkan siswa untukmenentukan merespons atau tidak terhadap stimulus, sehingga belajar tidk bersifat otomatis seperti moto.
9.      Thab belajar menurut Bruner, meliputi :
1.      Penerimaan materi
2.      Pengubahan materi
3.      Penilaian penguasaan materi

10.  Menurut Witting tahab belajar meliputi :
1.      Perolehan materi
2.      Proses penyimpanan
3.      Memproduksi/mengungkapkan kembali dari materi
11.  Menurut A. Bandura, tahap- tahap belajar meliputi
1.      Perhatian
2.      Penyimpanan dalam ingatan
3.      Reproduksi
4.      Motivasi yang kemungkinan menghasilkan kinerja tertentu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar