TUGAS KELOMPOK
MATA KULIAH : PSIKOLOGI BELAJAR
DOSEN PENGAMPU : Drs. Edy Rahman
Daftar
Nama Kelompok
|
|
|
||||||||||||||||||||||||
|
|
|
||||||||||||||||||||||||
|
|
|
||||||||||||||||||||||||
|
|
|
||||||||||||||||||||||||
|
|
|
||||||||||||||||||||||||
|
|
|
||||||||||||||||||||||||
EKOLAH
TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
MUHAMMADIAH
PRINGSEWU LAMPUNG
TAHUN
2012
|
|
|
A
. TEORI-TEORI POKOK BELAJAR
Secara
prakmatis teori belajar dapat dipahami
sebagai prinsip umum atau kumpulan prinsip
yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atau sejumlah fakta dan
penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar. Diantara sekaian banyak teori yang berdasarkan hasil eksperimens
terdapat 3 macam yang sangat menonjol, yakni :
1. Connectionis
(Koneksionisme)
Adalah
teori yang temukan dan dikembangkan oleh Edward L. Thorndike (1874-1949)
Berdasarkan eksperimen yang ia lakukan
pada tahun 1990an. Seekor kucing yang lapar ditempatkan dalam sangkar terbentuk
berbentuk kotak berjeruji yang dilengkapi dengan peralatan, seperti pengungkit,
gerendel pintu, dan tali yang menghubungkan pengungkit gengan gerendel
tersebut. Perelataan ini ditata sedemikian rupa sehingga memungkinkan kucing
tersebut memperoleh makanan yang tersedia dalam sangkar tadi. Berdasarkan
eksperimen diatas, Thorndike berkesimpulan bahwa belajar adalah hubungan antara
stimulus dan respons. Eksperimen Thorndike akan kita dapati dua hal pokok yang
mendorong timbulnya fenomena belajar.
Contoh.
a. Kucing
merasa lapar, seandainya kucing merasa kenyang, sudah tentu ia akan berusaha
keras untuk keluar.
b. Tersedianya
makanan didepan pintu puzzle box. Makanan ini merupakan efek positif atau
memuaskan yang dicapai oleh respons dan kemudian menjadi dasar timbulnya hukum
balajar low offect. Artinya, jika sebuah respon menghasilkan effek yang
memuaskan hubungan antara setimulus dan respons akan semakin kuat. Sebaliknya,
semakin tidak memuaskan (memasukkan) effek yang dicapai respons, semakin lama
pula hubungan stimulus dan respons tersebut. Hukum belajar inilah yang
meng-ilhami munculnya konsep reinforcer dalam
teori offeran conditioning hasil
penemuan B.f Sekiner. Disamping low off effect Thorndike mengemukakan 2macam
hukum lainnya yang masing-masing disebut low of readiness dan low of exercisel.
low of readiness (hukum
kesiap siagaan) pada perinsipnya hanya merupakan asumsi bahwa kepuasaan
organisme itu berasal dari conduts tion units (satuan perantara). Hukum ini
semata-mata bersipat sepukulatif dan menurut Reber (1988) hanya bersipat
historis. Ada kemiripan antara kecendrungan dalam conduts tion units tersabut
dengan self-regulation/self-direcition dalam peristiwa belajar.
low of exercise (hukum
latihan) ialah generalisasi atau low of use dan low of disuse. Menurut Hilgart
dan Bowor (1975), jika perilaku berubah hasil balajar sering dilihat atau
digunakan maka eksistensi perilaku tersebut akan semakin kuat (low of use).
2.
Celassical Conditioning (pembiasaan
kelasik).
Teori pembahasan
kelasik ini berkembang berdasakan hasil eksperiman yang dilakukan oleh Ipan
Pavlov (1849-1936),Seorang ilmuan besar Rusia yang berhasil menggondol hadiah
Nobel pada tahun 1909. Pada dasarnya clas-sical conditioning adalah sebuah
proesedur penciptaan refleks baru dengan cara mendatangkan stimulus sebelum
terjadinya refleks tersebut (Terrace,1973).
Kata classical yang
mengawali nama teori ini semata-mata dipakai untuk menghargai karya Pavlov yang
dianggap paling dahulu di banding conditioning (upaya pembiasaan) dan untuk
mambedakannya dari teori conditioning lainnya (Gleitman,1986).Dalam
eksperimennya, Pavlov menggunakan anjing untuk mengetahui hubungan- hubungan
antara conditioned stimulus (CS),unconditioned stimulus (UCS),Coditioned
response (CR),dan unconditioned respons.Selanjutnya, Skinner berpendapat bahwa
proses belajar yang berlangsung dalam eksperimen Pavlov itu tunduk terhadap dua
macam hokum yang berbeda,yakni: low of respondent conditioning dan law of
respondent extinction,Secara harfiah, law of respondent conditioning berarti
hukum pembiasaan yang dituntut,sedangkan law of respondent extinction adalah
hukum pemusnahan yang dituntut. Menurut Hintzman (1978), yang dimaksud dengan
law of respondent coniditoning ialah jika dua macam stimulus dihadirkan secara
simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer) maka refleks ketiga
yang terbentuk dari respons atas penguatn refleks dan stimulus lainnya akan
menigkat.yang dimaksud dengan dua stimulus tadi adalah CS dan UCS,sedangkan
refleks ketiga adalah hubungan antara CSt
dan CR. Sebaliknya,law of respondent extinction ialah jika refleks yang
sudah diperkuat melalui respondent conditioning itu didatanagkan kembali tanpa
menghadirkan reinforce. maka kekuatannya akan menurun.
3.
Operant conditioning (pembiasaan perilaku respons)
Teori pembiasaan perilaku
respons (operant conditioning) ini merupakan teori belajar yang berusia paling
muda dan masih sangat berpengaruh dikalangan para ahli psikologi belajar masa
kini. Bahwa tingkah laku itu terbentuk oleh konsekuensi yang ditimbulkan oleh
tingkah laku itu sendiri (Bruno, 1987).
Operan adalah sejumlah
perilaku atau respon yang membawa efek
yang sama terhadap lingkungan yang dekat (Reber, 1988) tidak seperti dalam
respondent conditioning (yang responnya didatangkan oleh stimulus tertentu), respons
dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan
oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri sesungguhnya
adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons
tertentu, nemun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya
seperti dalam celassican responsdent condition.
Dalam salah satu
eksperimenny, Skinner mengunakan seekor tikus utama yang ditepatkan dalam
sebuah peti yang kemudian terkenal dengan nama “Skinner Box”.
Dalam fenomena tingkah
laku belajar menurut Thorndike selalu melibatkan satisfaction/kepuasan,
sedangkan menurut Skinner fenomena tersebut melibatkan reinforcement/penguatan.
Peroses belajar dalam
teori operans conditioning juga tunduk kepada dua hokum operant yang berbeda,
yakni law of operant conditioning dan law of operant extinction. Menurut law of operant conditioning, jika tingkah
laku operant diiringi stimulus penguat,
maka kekuatan tingkah laku tersebut akan meningkat. Sebaliknya, menurut law of
operant extinction, jika timbulnya tingkah laku operant yang telah diperkuat
melalui peroses conditioning itu tidak diiringi dengan stimulus penguat, maka
kekuatan tingkah laku tersebut akan menurun atau bahkan musnah (Hintzman,
1987).
Diantara kelemahan-
kelemahan teori- teori behavioristik sebagai berikut :
a. Proses
belajar itu dipandang dapat diamati secara langsung, padahal belajar adalah proses
kegiatan mental yang tidak dapat disaksikan dari luar kecuali sebagian
gejalanya.
b. Proses
balajar itu dipandang bersifat otomatis-mekanis, sehingga terkesan seperti
gerakan mesin dan robot, padhal setiap siswa memiliki self-regulation
(kemampuan mengatur diri sendiri) dan self control (pengandalian diri) yang
bersifat kognitif, dan karenanya ia bias menolak, merespons jika ia tidak
menghendaki, misalnya karena lelah berlawanan dengan kata hati.
c. Proses
belajar manusia dianalogikan dengan perilaku heman itu sangat sulit diterima,
mengingat amat mencolok-nya perbedaan antara karakter fisik dan psikiss hewan.
4. Contiguous Conditioning
(Pembiasaan Asosiasi Dekat)
Teori
belajar pembiasan asosiasi dekat (contiguous conditioning) adalah sebuah teori
belajaryang mengansumsikan terjadinya peristiwa belajar berdasarkan kedekatan
hubungan antara stimulus dengan respons yang relevan. Continguous conditioning
sering disebut sebagai teori belajar istimewa dalam arti paling sederhana dan
efisien, karena didalamnya hanya terdapat satu prinsip, yaitu kontiguitas(contiguity)
yang berarti kedekatan asosiasi antar stimulus-respons.
Contohnya :
Dalam kenyataan
sehari-hari, memang acapkali terjadi
peristiwa belajar dengan contiguous conditioning sederhana
seperti:mengasosiasikan 2+2 dengan 4; mengasosiasikan kewajiban dibulan Ramadan
dengan berpuasa; dan mengasosiasikan 17 Agustus dengan Hari Kemerdekaan RI.
Perlu dicatat bahwa
teori belajar contiguous conditioning sebagai salah satu cabang mahzab
behaviorisme itu tak dapat diterima begitu saja terutama mengingat
kecenderungannya yang serba mekanis dan otomatis seperti robot atau mesin.
5.
Cognitive Theory (Teori Kognitif)
Teori psikologi
kognitif adalah bagian terpenting dari sains kognitif yang telah member
kontribusi yang sangat berarti dalam perkembangan psikologi belajar.sains
kognitif merupakan himpunan disiplin yang terdiri atas:psikologi kognitif,
ilmu-ilmu computer, linguistik, intelengensi buatan, matematika, epistemology,
dan neuropsychology(psikologi syaraf). Pendekatan psikologi kognitif lebih
menekankan arti penting proses internal, mental manusia. Dalam perspektif
psikologi kognitif, belajar pada asasnya adalah peristiwa mental, bukan
peristiwa behavioral (yang bersifat jasmaniah) meskipun hal-hal yang bersifat
behavioral tampak lebih nyata dalam hamper setiap peristiwa belajar siswa.
Piaget, seorang pakar
psikologi kognitif terkemuka, menyimpulkan:…children have a built-in desire to
learn (Barlow,1985). Ungkapan ini bermakna
bahwa semenjak, kelahirannya, setiap anak manusia memiliki kebutuhan
yang melekat dalam dirinya sendiri untuk belajar. Keyakinan principal yang terdapat dalam
teori behavioristik ialah setiap anak manusia lahir tanpa warisan kecerdasan,
warisan bakat, warisan perasaan, warisan-abstrak lainnya. Semua kecakapan,
kecerdasan, dan bahkan perasaan baru timbul setelah manusia melakukan kontak
dengan alam sekitar terutama alam pendidikan. Artinya, seorang individu manusia
biasa pintar, terampil, dan berperasaan hanya bergantung pada bagaimana
individu itu dididik.
Keyakinan principal
lainnya yang dianut oleh para behavioris adalah peranan “refleks”, yakni reaksi
jasmaniah yang dianggap tidak memerlukan kesadaran mental. Apapun yang
dilakukan manusia, termasuk kegiatan belajar adalah kegiatan refleks belaka,
yaitu reaksi manusia atas rangsangan-rangsangan yang ada. Refleks-refleks ini
jika dilatih akan menjadi keterampilan-ketermpilan dan kebiasaan-kebiasaan yang
dikuasai manusia. Jadi, peristiwa belajar seorang siswa menurut para
behaviorisme adalah peristiwa melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga
menjadi kebiasaan yang dikuasai siswa tersebut.
6. Social Learning
Theory (Teori Belajar Sosial)
Tokoh utama teori ini
adalah Albert Bandura, seorang psikolog pada Universititas Stanford Amerika
Serikat, yang banyak ahli di anggap sebagai seorang behavioris masa kini yang
moderat. Prinsip dasar belajar hasil temuan Bandura termasuk belajar sosial dan
moral. Menurut Barlo (1985),sebagian besar dari yang di pelajari manusia
terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling).
Conditioning menurut prinsip-prinsip kondisioning, prosedur belajar dalam
mengembangkan perilaku sosial dan moral pada dasarnya sama dengan prosedur
belajar dalam mengembangkan perilku-perilaku lainya, yakni reward
(ganjaran/member hadiah ataau mengganjar) dan punishment (hukuman/member
hukuman). Dasar pemikiranya adalah sekali seorang siswa mempelajari perbedaan
antara perilaku-perilaku yang menghasilkan ganjaran (reward) dengan
perilaku-perilaku yang mengakibatkan hukuman (punishment),ia senantiasa
berpikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu ia perbuat.
Imatation. Prosedur
yang lain juga penting dan menjadi bagian yang integral dengan
prosedur-prosedur belajar menurut teori social learning, ialah proses imitasi
atau peniruan. Sebagai contoh,mula-mula seorang siswa mengamati model gurunya
sendiri yang sedang melakukan sebuah perilaku sosial, umpama menerima seorang
tamu. Lalu perbuatan menjawab salam, berjabat tangan, beramah tamah, dan seterusnya yang dilakukan model
itu diserap oleh memori siswa tersebut.
B. PROSES DAN TAHAPAN BELAJAR
1. Definisi
Proses Belajar
Proses
adalah kata yang berasal dari bahasa latin “processus” yang berarti “berjalan
kedepan “. Kata ini mempunyai konotasi urutan langkah atau kemajuan yang
mengarah pada suatu sasaran atau tujuan.
Menurut Chaplin (1972), proses adalah Any change in any object or organism,
particularly a behaveoral or psychological change (Proses adalah suatu
perubahan khususnya yang menyangkut perubahan tingkah laku atau perubahan
kejiwaan).
Dalam
psikologi belajar, proses berarti cara-cara atau langkah-langkah khusus yang
dengannya beberapa berubahan ditimbulkan hingga
tercapainya hasil-hasil tertentu (Reber,1988). Jika kita perhatikan
ungkapan any change in object or organism dalam definisi Chaplin di atas dan
kata-kata “cara-caraatau langkah-langkah” (mannersor operations) dalam definisi
Reber tadi,istilah “tahapan perubahan “ dapat kita pakai sebagai padanan kata proses. Jadi proses
dapat diartikan sebagai tahapan perubahan perilaku kognitif, efektif, dan psikomotor yang
terjadi dalam diri siswa. Perubahan tersebut bersifat positif dalam arti
berorientasi kearah yang lebih maju dari pada keadaan sebelumnya.
2. Tahap-tahap dalam proses belajar
a.
Menurut Jerome S. Bruner
Salah
satu orang yang menantang S-R Bond yang terbilang vocal (Barlow,1985),dalam
proses belajar siswa menempuh tiga opisode/tahap yaitu:
1. Tahap
infomasi (tahap penerimaan materi)
2. Tahap
transformasi (tahap pengubahan materi)
3. Tahap
evaluasi (tahap penilaian materi)
b. Menurut
Arno F. Witting
Menurut
Witting (1981) dalam bukunya Psychology of Learning, setiap proses belajar
selalu berlangsung dalam tiga tahapan yaitu:
1. Acquisition
(tahap perolehan/ penerimaan informasi);
2. Storage
(tahap penyimpanan);
3. Retrieval
(tahap mendapatkan kembali informasi).
c. Menurut
Albert Bandura
Menurut
Bandura (1977),seorang behavioris penemu teori social learning, setiap proses
belajar (yang dalam hal ini terutama belajar sosial dengan menggunakan model)
terjadi dalam urutan tahapan peristiwa yang meliputi:
1) Tahap
perhatian (attentional phase);
2) Tahap penyimpangan dalam ingatan (retention
phase);
3) Tahap
reproduksi (reproduction);
4) Tahap
motivasi (motivation phase)
Tahap-tahap di atas
berawal dari adanya peristiwa stimulus atau sajian model dan berakhir dengan
penampilan atau kinerja (performance) tertentu sebagai hasil/perolehan belajar
seorang siswa.
KESIMPULAN
1. Definisi
belajar dapat ditinjau dari sudut-sudut pandangan:1) kuantitatif; 2)
institusional; 3) kualitatif.
2. Definisi
belajar pada asasnya ialah: tahapan perubahan perilaku siswa yang relative
positif dan menetap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang melibatkan
proses kognitif.
3. Belajar
memiliki arti penting bagi siswa dalam: 1) melaksanakan kewajiban keagamaan; 2)
meningkatkan derajat kehidupan; dan 3) mempertahankan dan mengembangkan
kehidupan.
4. Dalam
perspektif psikologi, antara belajar, memori, dan pengetahuan terdapat hubungan
yang tak terpisahkan.
5. Dalam
perspektif agama (islam) belajar untuk memperoleh pengetahuan yang menggunakan
memori dan sensori itu hukumnya wajib
6. Teori-teori
pokok mengenai belajar terdiri atas: 1) koneksionisme;2)pembiasaan klasik; 3)
pembiasaan perilaku respons; 4) pembiasaan asosiasi dekat;5) teori kognitif;6)
teori belajar sosial.
7. Menurut
aliran behavirisme, setiap siswa belajar lahir tampa warisan/pembawaan apa-apa
dari orangtuanya, dan adalah kegiatan refleks-refleks jasmaniah terhadap stimulus yang ada sera tidak ada
hubungannya dengan bakat dan kecerdasan atau warisan/pembawaan.
8. Menurut
aliran kognitif, setiap siswa lahir dengan bakat dan kemampuan mentalnya
sendiri. Paktor pembawaan ini memungkinkan siswa untukmenentukan merespons atau
tidak terhadap stimulus, sehingga belajar tidk bersifat otomatis seperti moto.
9. Thab
belajar menurut Bruner, meliputi :
1. Penerimaan
materi
2. Pengubahan
materi
3. Penilaian
penguasaan materi
10. Menurut
Witting tahab belajar meliputi :
1. Perolehan
materi
2. Proses
penyimpanan
3. Memproduksi/mengungkapkan
kembali dari materi
11. Menurut
A. Bandura, tahap- tahap belajar meliputi
1. Perhatian
2. Penyimpanan
dalam ingatan
3. Reproduksi
4. Motivasi
yang kemungkinan menghasilkan kinerja tertentu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar