MENETAPKAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BELAJAR
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk
Mengikuti Mata Kuliah
Bimbingan Konseling Belajar
Program Studi Pada Bimbingan Dan Konseling
Semester 4 (Genap)
![]() |
SEKOLAH
TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)
MUHAMMADIYAH
PRINGSEWU LAMPUNG
TAHUN
2012
HALAMAN
PENGESAHAN
DAFTAR
NAMA KELOMPOK
NO
|
NAMA
|
NPM
|
PARAF
|
1
|
DWI ENDANG NOVITA SARI
|
11020015
|
1
|
2
|
LIPUNG
SUSIANI
|
11020016
|
2
|
3
|
KIKI
NOVITA SARI
|
11020017
|
3
|
4
|
RIZTINA
WARDANI
|
110200026
|
4
|
Pringsewu,
Mei 2013
Mengetahui
Dosen
Pengampu
IRIANTI
FAKTOR
PENYEBAB KESULITAN BELAJAR
1. FAKTOR INTELEKTUAL
Faktor-faktor
yang menjadi penyebab kesulitan belajar siswa ini berkait dengan kurang
sempurna atau kurang normalnya tingkat kecerdasan siswa. Para guru harus
meyakini bahwa setiap siswa mempunyai tingkat kecerdasan berbeda. Ada siswa
yang sangat sulit menghafal sesuatu, ada yang sangat lamban menguasai materi
tertentu, ada yang tidak memiliki pengetahuan prasyarat dan juga ada yang
sangat sulit membayangkan dan bernalar. Hal-hal yang disebutkan tadi dapat
menjadi faktor penyebab kesulitan belajar pada diri siswa tersebut. Di samping
itu, hal yang perlu mendapatkan perhatian adalah para siswa yang tidak memiliki
pengetahuan prasyarat. Ketika sedang belajar matematika atau IPA, ada siswa
SLTP yang tidak dapat menentukan hasil 1/2 + 1/3, (–5) + 9, ataupun 1 : ½.
Siswa seperti itu, tentunya akan mengalami kesulitan karena materi terebut
menjadi pengetahuan prasyarat untuk mempelajari matematika ataupun IPA SLTP.
Untuk menghindari hal tersebut, Bapak atau Ibu Guru hendaknya mengecek dan
membantu siswanya menguasai pengetahuan prasyarat tersebut sehingga mereka
dapat mempelajari materi baru dengan lebih baik.
a.Faktor internal
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat memengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal ini meliputi faktor fisiologis dan psikologis.
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat memengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal ini meliputi faktor fisiologis dan psikologis.
1) Faktor fisiologis
Faktor-faktor
fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu.
Faktor-faktor ini dibedakan menjadi dua macam. Pertama, keadaan tonus jasmani.
Keadaan tonus jasmani pada umumnya sangat memengaruhi aktivitas belajar
seseorang. Kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif
terhadap kegiatan belajar individu. Sebalikrtya, kondisi fisik yang lemah atau
sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal. Oleh karena
keadaan tonus jasmani sangat memengaruhi proses belajar, maka perlu ada usaha
untuk menjaga kesehatan jasmani. Cara untuk menjaga kesehatan Jasmani antara
lain adalah: 1) menjaga pola makan yang sehat dengan memerhatikan nutrisi yang
masuk ke dalam tubuh, karena kekurangan gizi atau nutrisi akan mengakibatkan
tubuh cepat lelah, lesu, dan mengantuk, sehingga tidak ada gairah untuk
belajar; 2) rajin berolahraga agar tubuh selalu bugat dan sehat; 3) istirahat
yang cukup dan sehat.
Kedua, keadaan fungsi jasmani/fisiologis. Selama proses belajar
berlangsung, peran fungsi fisiologi pada tubuh manusia sangat memengaruhi hasil
belajar, terutama pancaindra. Pancaindra yang berfungsi dengan baik akan
mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula. Dalam proses belajar,
pancaindra merupakan pintu masuk bagi segala informasi yang diterima dan
ditangkap oleh manusia, sehingga manusia dapat mengenal dunia luar. Pancaindra
yang memiliki peran besar dalam aktivitas belajar adalah mata dan telinga. Oleh
karena itu, baik guru maupun siswa perlu menjaga pancaindra dengan baik, baik
secara preventif maupun yang,bersifat kuratif,
dengan menyediakan sarana belajar yang memenuhi persyaratan, memeriksakan
kesehatan fungsi mata dan telinga secara periodik, mengonsumsi makanan yang
bergizi, dan lain sebagainya.
2) Faktor psikologis
Faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat memengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang utama memengaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap, dan bakat.
Faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat memengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang utama memengaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap, dan bakat.
-
Kecerdasan/inteligensi siswa
Pada umumnya
kecerdasan diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik dalam mereaksi rangsangan
atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat. Dengan
demikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak saja, tetapi
juga organ-organ tubuh yang lain. Namun bila dikaitkan dengan kecerdasan,
tentunya otak merupakan organ yang penting dibandingkan organ yang lain, karena
fungsi otak itu sendiri sebagai pengendali tertinggi (executive control) dari
hampir seluruh aktivitas manusia.
Kecerdasan merupakan
faktor psikologis yang paling penting dalam proses belajar siswa, karena itu
menenentukan kualitas belajar siswa. Semakin tinggi tingkat inteligensi
seorang individu, semakin besar peluang individu tersebut meraih sukses dalam
belajar. Sebaliknya, semakin rendah tingkat inteligensi individu, semakin sulit
individu itu mencapai kesuksesan belajar. Oleh karena itu, perlu bimbingan
belajar dari orang lain, seperti guru, orangtua, dan lain sebagainya. Sebagai
faktor psikologis yang penting dalam mencapai kesuksesan belajar, maka
pengetahuan dan pemahaman tentang kecerdasan perlu dimiliki oleh setiap calon
guru atau guru profesional, sehingga mereka dapat memahami tingkat kecerdasan
siswanya.
Pemahaman tentang
tingkat kecerdasan individu dapat diperoleh oleh orangtua dan guru atau
pihak-pihak yang berkepentingan melalui konsultasi dengan psikolog atau
psikiater. Sehingga dapat diketahui anak didik berada pada tingkat kecerdasan
yang mana, amat superior, superior, ratarata, atau mungkin lemah mental.
Informasi tentang taraf kecerdasan seseorang merupakan hal yang sangat berharga
untuk memprediksi kemampuan belajar seseorang. Pemahaman terhadap tingkat
kecerdasan peserta didik akan membantu mengarahkan dan merencanakan bantuan
yang akan diberikan kepada siswa.
1.
Motivasi Belajar
Motivasi adalah salah
satu faktor yang memengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa. Motivasilah
yang mendorong siswa inginn melakukan kegiatan belajar. Para ahli psikologi
mendefinisikan motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang aktif,
mendorong, memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat (Slavin, 1994).
Motivasi juga diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap
intensitas dan arah perilaku seseorang. Dari sudut sumbernya, motivasi dibagi
menjadi dua, yairu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi
intrinsik adalah semua faktor yang berasal dari dalam diri individu dan
memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Seperti seorang siswa yang gemar
membaca, maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca, karena membaca tidak
hanya menjadi aktivitas kesenangannya, tapi bisa jadi juga telah menjadi
kebutuhannya. Dalam proses belajar, motivasi intrinsik memiliki pengaruh yang
lebih efektif, karena motivasi intrinsik relatif lebih lama dan tidak tergantung
pada motivasi dari luar (ekstrinsik).
Menurut Arden N.
Frandsen (Hayinah, 1992), yang termasuk dalam motivasi intrinsik untuk belajar
antara lain adalah:
1. Dorongan ingin tahu
dan ingin menyelediki dunia yang lebih luas;
2. Adanya sifat positif
dan kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju;
3. Adanya keinginan untuk
mencapai prestasi sehingga mendapat dukungan dari orang-orang penting, misalkan
orangtua, saudara, guru, atau teman-teman, dan lain sebagainya;
4. Adanya kebutuhan untuk
menguasai ilmu atau pengetahuan yang berguna bagi dirinya, dan lain-lain.
Motivasi ekstrinsik
adalah faktor yang datang dari luar diri individu tetapi memberi pengaruh terhadap
kemauan untuk belajar. Seperti pujian, peraturan, tata tertib, reladan guru
orangtua, dan lain sebagainya. Kurangnya respons dari lingkungan secara positif
akan memengaruhi semangat belajar seseorang menjadi lemah.
2.
MINAT
Secara
sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan
kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menur ut
Reber (Syah, 2003), minat bukanlah istilah yang populer dalam psikologi
disebabkan ketergantungannya terhadap berbagai faktor internal lainnya, seperti
pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi, dan kebutuhan.
Namun lepas dari
kepopulerannya, minat sama halnya dengan kecerdasan dan motivasi, karena
memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar. Karena jika seseorang tidak
memiliki minat untuk belajar, ia akan tidak bersemangat atau bahkan tidak mau
belajar. Oleh karena itu, dalam konteks belajar di kelas, seorang guru atau
pendidik lainnya perlu membangkitkan minat siswa agar tertarik terhadap materi
pelajaran yang akan dipelajarinya.
Untuk
membangkitkan minat belajar siswa tersebut, banyak cara yang bisa digunakan.
Antara lain, pertama, dengan membuat materi yang akan
dipelajari semenarik mungkin dan tidak membosankan, baik dari bentuk buku
materi, desain pembelajaran yang membebaskan siswa untuk mengeksplor apa yang
dipelajari, melibatkan seluruh domain belajar siswa (kognitif, afektif,
psikomotorik) sehingga siswa menjadi aktif, maupun performansi guru yang
menarik saat mengajar. Kedua, pemilihan jurusan atau bidang
studi. Dalam hal ini, alangkah baiknya jika jurusan atau bidang studi dipilih
sendiri oleh siswa sesuai dengan minatnya.
- Sikap
Dalam proses belajar,
sikap individu dapat memengaruhi keberhasilan proses belajarnya. Sikap adalah
gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi
atau merespons dengan cara yang relatif tetap terhadap objek, orang, peristiwa
dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif (Syah, 2003). Sikap siswa
dalam belajar dapat dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang pada performan
guru, pelajaran, atau lingkungan sekitarnya. Dan untuk mengan tisipasi
munculnya sikap yang negatif dalam belajar, guru sebaiknya berusaha untuk
menjadi guru yang profesional dan bertanggung jawab terhadap profesi yang
dipilihnya. Dengan profesionalitas, seorang guru akan berusaha memberikan yang
terbaik bagi siswanya; berusaha mengembangkan kepribadian sebagai seorang guru
yang empatik, sabar, dan tulus kepada muridnya; berusaha untuk menyajikan
pelajaran yang diampunya dengan baik dan menarik sehingga membuat siswa dapat
mengikuti pelajaran dengan senang dan tidak menjemukan; meyakinkan siswa bahwa
bidang srudi yang dipelajari bermanfaat bagi diri siswa.
- Bakat
Faktor
psikologis lain yang memengaruhi proses belajar adalah bakat. Secara umum, bakat(aptitude) didefinisikan
sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan
pada masa yang akan datang (Syah, 2003). Berkaitan dengan belajar, Slavin
(1994) mendefinisikan bakat sebagai kemampuan umum yang dimiliki seorang siswa
untuk belajar. Dengan demikian, bakat adalah kemampuan seseorangyang menjadi
salah satu komponen yang diperlukan dalam proses belajar seseorang. Apabila
bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka bakat itu
akan mendukung proses belajarnya sehingga kernungkinan besar ia akan berhasil.
Pada dasarnya, setiap
orang mempunyai bakat atau potensi untuk mencapai prestasi belajar sesuai
dengan kemampuannya masing-masing. Karena itu, bakat juga diartikan sebagai
kemampuan dasar individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa tergantung upaya
pendidikan dan latihan. Individu yang telah memiliki bakat tertentu, akan lebih
mudah menyerap segala informasi yang berhubungan dengan bakat yang
dimilikinya. Misalnya, siswa yang berbakat di bidang bahasa akan lebih mudah
mempelajari bahasa-bahasa lain selain bahasanya sendiri.
9. FAKTOR SOSIAL
Merupakan
suatu kenyataan yang tidak dapat dibantah jika orang tua dan masyarakat sekeliling sedikit banyak akan berpengaruh
terhadap kegiatan belajar dan kecerdasan siswa
sebagaimana ada yang menyatakan bahwa sekolah adalah cerminan masyarakat
dan anak adalah gambaran orang tuanya.
Oleh karena itu ada beberapa faktor penyebab kesulitan belajar yang berkait
dengan sikap dan keadaan keluarga serta masyarakat sekeliling yang kurang
mendukung siswa tersebut untuk belajar sepenuh hati. Sebagai contoh, orang tua
yang sering menyatakan bahwa Bahasa Inggris adalah bahasa setan (karena sulit) akan
dapat menurunkan kemauan anaknya unutuk belajar bahasa pergaulan internasional
itu. Kalau ia tidak menguasai bahan tersebut ia akan mengatakan “ Ah Bapak saya
tidak bisa juga.” Untuk itu, setiap guru tidak seharusnya menyatakan sulitnya
mata pelajaran tertentu di depan siswanya. Tetangga yang mengatakan sekolah
tidak penting karena banyak sarjana menganggur, masyarakat yang selalu
minum-minuman keras dan melawan hukum, orang tua yang selalu marah, nonton TV
setiap saat, tidak terbuka ataupun kurang menyayangi anaknya dengan sepenuh
hati dapat merupakan contoh
dari
beberapa faktor sosial yang menjadi penyebab kesulitan belajar siswa. Intinya,
lingkungan di sekitar siswa harus dapat membantu mereka untuk belajar
semaksimal mungkin selama mereka belajar di sekolah. Dengan cara seperti ini,
lingkungan dan sekolah akan membantu para siswa, harapan bangsa ini untuk berkembang dan bertumbuh menjadi lebih cerdas. Siswa dengan kemampuan
cukup seharusnya dapat dikembangkan menjadi siswa berkemampuan baik, yang berkemampuan kurang dapat
dikembangkan
menjadi berkemampuan cukup. Sekali lagi, orang tua, guru, dan masyarakat,
secara sengaja atau tidak sengaja, dapat
menyebabkan kesulitan bagi siswa. Karenanya, peran orang tua dan guru dalam
membentengi para siswa dari pengaruh negatif masyarakat sekitar, di samping
perannya dalam memotivasi para siswa untuk
tetap belajar menjadi sangat menentukan.
1.
Sikap Siswa
Sikap adalah gejala internal yang berdimensi efektif berupa
kecenderungan untuk mereaksi atau merespon (responsetendency)
dengan cara yang relative tetap terhadap objek orang, barang, dan sebagainya,
baik secara positif maupun negative. Sikap (attitude) siswa yang positif,
terutama kepada siswa atau kepada mata pelajaran, apalagi jika di iringi
kebencian terhadap siswa atau mata pelajaran dapat menimbulkan kesulitan
belajar siswa tersebut. Selain itu, sikap terhadap ilmu pengetahuan yang
bersifat conservingseperti yang
diuraikan dalam subbab A di muka, walaupun mungkin tidak menimbulkan kesulitan
belajar, namun prestasi yang dicapai siswa akan kurang memuaskan.
2.
Bakat Siswa
Secara umum, bakat (aptitude) adalah kemampuan
potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang
akan datang (chaplin, 1972; Reber, 1988). Dengan demikian, sebetulnya setiap
orang pasti memiliki bakat dalam
arti berpotensi untuk mencapai prestasi sampai ketingkat tertentu sesuai
dengan kapasitas masing-masing. Jadi, secara global bakat itu mirip dengan
inteligensi. Itulah sebabnya seorang anak yang berinteligensi sangat cerdas
(superior) atau cerdas luar biasa (verysuperior)
disebut juga dengan talentedchild,
yakni anak berbakat. Dalam perkembangan selanjutnya bakat dapat diartikan
sebagai kemampuan individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa banyak
bergantung pada upaya pendidikan dan latihan. Seorang siswa yang berbakat dalam
bidang elektro, misalnya, akan jauh lebih mudah menyerap informasi,
pengetahuan, dan keterampilan yang berhubungan dengan bidang tersebut
disbanding dengan siswa lainya. Inilah yang kemudian disebut bakat khusus
(specific aptitude) yang konon tak dapat dipelajari karena merupakan karunia inborn (pembawaan sejak lahir).
3.
Minat Siswa
Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan
yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Robert (1988),
minat tidak termasuk istilah popular dalam psikologi karena, ketergantunganya
yang banyak pada factor-faktor internal lainya seperti: pemusatan perhatian,
keingintahuan, motivasi, dan kebutuhan. Namun terlepas dari masalah popular
atau tidak, minat seperti yang dipahami dan dipakai oleh orang selama ini dapat
mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar siswa dalam bidang-bidang study
tertentu. Umpamanya, seorang siswa yang menaruh minat besar terhadap matematika
akan memusatkan perhatianya lebih banyak dari pada siswa lainya. Kemudian,
karena pemusatan perhatian yang intensif terhadap materi itulah yang
memungkinkan siswa tadi untuk belajar lebih giat, dan akhinya mencapai prestasi
yang diinginkan.
4.
Motivasi Siswa
Pengertian dasar motivasi
adalah keadaan internal organisme baik manusia ataupun hewan yang mendorongnya
untuk berbuat sesuatu.Dalam pengertian ini, motivasi berarti pemasok daya (energizer) untuk bertingkah laku secara
terarah (Gleitman, 1986; Reber, 1988).
Dalam perkembangan selanjutnya, motivasi dapat
dibedaka
menjadi dua macam, yaitu:
1.
motivasi instrinsik
2.
motivasi ekstrinsik
motivasi instrinsik adalah
hal dan keadaan yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang dapat
mendorongnya melakukan tindakan belajar. Termasuk dalam motivasi instrinsik
siswa adalah perasaan menyenangi materi dan kebutuhanya terhadap materi
tersebut, misalnya untuk kehidupan masa depan siswa yang bersangkutan.
Motivasi ekstrinsik adalah
hal dan keadaan yang datang dari luar individu siswa yang juga mendorongnya
untuk melakukan kegiatan belajar.Pujian dan hadiah, peraturan atau tata tertib
sekolah, suri teladan orang tua, guru, dan seterusnya mwrupakan contoh-contoh
konkret motivasi ekstrinsik yang dapat menolong siswa untuk belajar. Kekurangan
atau ketiadaan motivasi, baik yang bersifat internal maupun yang bersifat
eksternal, akan menyebabkan kurang bersemangatnya siswa dalam melakukan proses
pembelajaran materi-materi pelajaran baik di sekolah maupun dirumah.
Dalam perspektif psikologi kognitif, motivasi yang
lebih signifikan bagi
siswa adalah, motivasi instrinsik karena lebih murni dan
langgeng serta tidak bergantung pada dorongan atau
pengaruh
orang lain. Selanjutnya, dorongan mencapai prestasi
dan dorongan memiliki
pengetahuan dan keterampilan untuk masa depan juga
mempengaruhi kuat dan relative lebih langgeng dibandingkan dengan dorongan keharusan dari orang tua dan guru.
Yang dimaksud faktor lingkungan ialah keadaan dan suasana
tempat seseorang belajar. Suasana dan keadaan tempat belajar itu turut juga
menentukan berhasil atau tidaknya kegiatan belajar. Kebisingan, bau busuk dan
nyamuk yang menganggu pada waktu belajar dan keadaan yang serba kacau di tempat
belajar sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan belajar. Hubungan yang
kurang serasi dengan teman dapat menganggu kosentrasi dalam belajar.
a. Lingkungan social
Lingkungan
social sekolah seperti para guru, para staf adminitrasi, dan teman-teman
sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang siswa.Yang termasuk
lingkungan social siswa adalah masyarakat dan tetangga juga teman-teman
sepermainan disekitar perkampungan siswa tersebut.Lingkungan social yang lebih
banyak mempengaruhi kegiatan belajar ialah orang tua dan keluarga siswa itu
sendiri.Sifat-sifat orang tua, praktik pengelolaan keluarga, ketegangan
keluarga, dan demografi keluarga (letak rumah), semuanya dapat memberi dampak
baik ataupun buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil yang dicapai oleh siswa.
b. Lingkungan nonsosial
Factor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial
adalah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan
letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan
siswa.Factor-faktor ini dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar
siswa.
Rumah yang sempit dan berantakan serta perkampungan
yang terlalu padat dan tak memiliki sarana umum untuk kegiatan remaja (seperti
lapangan voli) misalnya, akan mendorong siswa untuk berkeliaran ke
tempat-tempat yang sebenarnya tak pantas di kunjungi. Kondisi rumah dan
perkampungan seperti itu jelas berpengaruh buruk terhadap kegiatan belajar
siswa.
Khusus mengenai waktu yang disenangi untuk belajar
(study time preference) seperti pagi atau sore hari, seorang ahli bernama, j.
biggers (1980) berpendapat bahwa belajar pada pagi hari lebih efektif dari pada
belajar pada waktu-waktu lainya. Namun, menurut penelitian beberapa ahli
learning style (gaya belajar), hasil belajar itu tidak bergantung pada waktu
secara mutlak, tetapi bergantung pada pilihan waktu yang cocok dengan
kesiapsiagaan siswa (dunn et al, 1986). Diantara siswa ada yang siap belajar
pagi hari , ada pula yang siap pada sore hari, bahkan tengah malam. Perbedaan
antara waktu dan kesiapan belajar inilah yang menimbulkan pebedaan study time
preference antara seorang siswa dengan siswa lainya.
Dengan demikian, waktu yang digunakan siswa
untuk belajar yang selamaini sering dipercaya berpengaruh terhadap prestasi
belajar siswa, tak perlu di hiraukan.Sebab, bukan waktu yang penting dalam
belajar melainkan kesiapan system memory siswa dalam menyerap, mengelola, dan
menyimpan item-item informasi dan pengetahuan yang dipelajari siswa tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar